Dinamika Kehidupan Komunitas Arab pra-Islam :
Letak Geografis
Jazirah dalam
bahasa Arab berarti pulau. Jadi “Jazirah Arab” berarti “Pulau Arab”. Sebagian
ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan “Shibhul Jazirah” yang dalam bahasa
Indonesia berarti “Semenanjung”. Sebutan Jazirah atau semenanjung adalah untuk daerah yang tanahnya menjorok ke
laut.
Negari
Arab secara geografi terletak di barat daya Asia.Negeri Arab ini merupakan
semenanjung yang dikelilingi laut dari tiga arah, yakni Laut Merah, Samudera India
(Samudera Indonesia), dan Teluk Persia.Luas Jazirah Arab adalah 3.151.000 km2.Perdagangan
terbesar di negara-negara Jazirah Arab saat ini adalah minyak.
Dilihat
dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak
sejajar. Batasan-batasan alam yang membatasi Jazirah Arab adalah :
·
Di bagian barat dengan Laut Merah
·
Di
bagian timur dengan Teluk Arab (Teluk Persia dan Laut Oman)
·
Di
bagian utara dengan Gurun Irak dan Gurun Syam/Syiria (Negara Suriah, Irak, dan
Yordania)
·
Di
bagian selatan dengan Samudera Hindia.
Jazirah
Arab ini terbagi pada:
1. Bagian
Tengah
Terdiri dari
padang pasir dan gurun-gurun yang jarang penduduknya dan bagian tengah terdiri
dari daerah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan. Di bagian tengah inilah
orang Badui tinggal.
Jazirah Arab
bagian tengah ini, terbagi lagi pada:
1. Bagian
utara di sebut Nejed.
2. Bagian
selatan di sebut dengan al-Ahkaf yang jarang penduduknya, karena itu disebut
juga dengan al-Rub al-Khalli (tempat yang sunyi).
2. Bagian
Tepi
Merupakan sebuah
pita kecil yang melingkari bagian tengah dan subur daerahnya dan banyak kota
yang ada seperti: Bahrain dan Oman.
Pada bagian tepi
ini, hujan turun cukup teratur. Di sini penduduk kota tinggal. Sebagian besar
wilayah Jazirah Arab terdiri atas padang pasir atau gurun. Wilayah gurun di
Jazirah Arab meliputi empat wilayah gurun utama, yaitu:
1. Di
bagian utara terdapat Gurun An-Nufud
Wilayah
ini disebut juga sahara langit. Pasir yang terdapat di gurun ini sangat lembut
sehingga bisa membenamkan kaki orang yang menginjaknya.Mata air dan oase sangat
jarang didapati sehingga menyulitkan orang-orang yang melewatinya.
2. Di
bagian selatan terdapat Gurun Rub Al-khali
Gurun
ini merupakan dataran yang keras, tandus, dan memiliki pasir yang bergelombang.
3. Di
sebelah barat terdapat Gurun Arabia
Gurun
ini terletak di wilayah Hijaz dan memanjang ke selatan sampai ke Yaman.Tanahnya
sangat tandus dan memiliki udara yang panas.
Daerah
ini menjadi penghubung jalur perdagangan yang penting antara Yaman dan
Suriah.Kota Mekah dan Madinah terdapat di wilayah ini.
4. Di
bagian timur terdapat Gurun Harrat
Daerah
ini juga memiliki tanah yang tandus dan gersang.Sebagian besar penduduk di
wilayah gurun adalah kaum Badui.Mereka datang di musim hujan untuk
menggembalakan ternak. Di musim panas, mereka pergi untuk mencari padang
gembalaan yang lebih baik.
Bangsa
Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun
bangsa Caucasoid, dalam subras Mediterranean yang anggotanya meliputi wilayah
sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia, dan Irania.
Bangsa
Arab hidup berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir
yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat
ke tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa atau padang rumput yang tumbuh secara
sporadic di tanah Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan.
Padang rumput diperlukan oleh bangsa Arab yang disebut juga bangsa Badawi, Badawah, Badui, untuk
menggembalakan ternak mereka berupa domba, unta, dan kuda, sebagai binatang unggulannya. Mereka
mendiami wilayah Jazirah Arabia yang dahulu merupakan sambungan dari wilayah
gurun yang membentang dari barat Sahara di Afrika hingga ke timur melintas
Asia, Iran Tengah, dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah itu sangat kering dan panas
karena uap air laut yang ada di sekitarnya (Laut Merah, Lautan Hindia, dan Laut
Arab) tidak memenuhi kebutuhan untuk mendinginkan daratan luas yang berbatu.
Penduduk Arab tinggal di kemeh-kemah dan hidup berburu untuk mencari nafkah,
bukan bertani dan berdagang yang tidak diyakini sebagai kehormatan bagi mereka,
memang negeri itu susah ditanami dan diolah. Sekalipun demikian, wilayah ini
subur dalam menghasilkan bahan perminyakan.
Negeri
Arab pada umumnya adalah padang pasir. Tetapi tidak berarti secara keseluruhan
merupakan padang pasir gersang dan tandus yang tidak ditumbuhi tanaman dan
tidak berair. Berdasarkan karakter permukaannya, padang pasir tersebut beragam.
Sebahagian di antaranya berupa padang pasir yang ditutupi debu dan pasir halus,
lalu sebahagian diantaranya berupa pegunungan dan perbukitan, dan ada juga
sebahagian daripadanya merupakan dataran rendah, di samping merupakan dataran
tinggi.
Dalam
analisis Philip K. Hitty, Semenanjung Arab dan orang-orang Arab sudah dikenal
baik oleh orang Yunani dan Romawi.Sebab, negeri tersebut berada di jalur
perjalanan mereka menuju India dan Cina.Negeri ini dikenal sebagai penghasil
berbagai komoditas yang sangat bernilai di pasaran barat.Penduduknya adalah para
pedagang perantara di laut-laut selatan, seperti halnya kerabat mereka,
orang-orang Phoenisia— sebelumnya merupakan orang-orang Mediterania.
Para
penulis klasik membagi negeri itu menjadi Arab Felix, Arab Petra, dan Arab
Gurun, didasarkan atas pembagian wilayah itu ke dalam tiga kekuatan politik
pada abad pertama Masehi, yaitu kawasan yang bebas, kawasan yang tunduk pada
penguasa Romawi, dan kawasan yang secara nominal berada dalam kendali Persia. Arab
Gurun meliputi gurun pasir Suriah-Mesopotania (Badiyah).Wilayah Arab Petra (gunung batu) berpusat di dataran Sinai
dan Kerajaan Nabasia, dengan ibukota Petra.Wilayah Arab Felix mencakup bagian
lainnya di Semenanjung Arab, yang kondisinya tidak banyak diketahui.Pandangan
yang membatasi wilayah itu hanya hingga Yaman, daerah yang paling dikenal oleh
orang-orang Eropa, merupakan pandangan keliru yang muncul pada abad
pertengahan.Kata Yaman sendiri, yang
berarti bahagia, mungkin merupakan
usaha untuk mengalihkan arti kata Yaman
dalam bahasa Arab (arah kanan) menjadi yumn
yang berarti kebahagiaan. Daerah itu
disebut Yaman karena berada di
sebelah kanan, sebelah selatan Hijaz, berseberangan dengan Syam atau Suriah,
yang berada di sebelah kiri atau utara. Marcian (sekitar 400 M) dari Heraclea
menggunakan istilah Saraceni. Sebelum
Marcian, Ptolemius, yang terkenal pada paruh pertama abad kedua, juga pernah
menggunakan kata Saracen. Ammianus
Marcellinus, seorang penduduk asli Antiokia yang menulis karyanya pada paruh
terakhir abad keempat Masehi, menyamakan Saracen dengan orang-orang Arab Skenit
(Ibid).
Perbedaan
dari aspek permukaan ini telah diketahui oleh para ahli geografi sejak
berabad-abad yang silam.Mereka telah membagi wilayah negeri Arab terdiri dari
wilayah Arabia Petrix atau Arab Petraea, sebagaimana hal ini dikemukakan oleh
Botleumeus.Arab Petraea yaitu wilayah yang terletak di barat daya Sahara Syam
dengan Petra sebagai ibu kotanya. Kemudian Arabia Deserta, yaitu wilayah Sahara
Syam. Pada mulanya yang disebut Arabia Deserta hanya wilayah Sahara Syam saja,
tetapi kemudian sebahagian para ahli geografi menyebutnya untuk Semenanjung
Jazirah Arab secara keseluruhan mengingat secara umum kondisinya yang gersang
dan tandus. Selanjutnya Arabia Fellix, yaitu negeri Yaman yang bertanah subur
menghijau atau negeri bahagia dan sentosa. Di sinilah kebudayaan Ma’in dan
Saba’ tumbuh dan berdiri.
Ungkapan
orang-orangArab pertama kali
digunakan dalam literatur Yunani oleh Aeschylus (525-456 S.M.), yang merujuk
pada para perwira tinggi Arab dalam barisan angkatan perang Xerxes.Herodotus
(sekitar 484-425 S.M.) juga menggunakannya untuk merujuk pada orang-orang Arab
dalam angkatan perang Xerxes, yang berasal dari Mesir Timur.Bagi para penulis
klasik, mulai Eratosthenes dari Yunani (meninggal sekitar 196 S.M.) –sumber
Strabo- hingga Pliny dari Romawi (meninggal sekitar 79 M.), Semenanjung Arab
adalah sebuah negeri yang sangat makmur dan mewah.Arab merupakan negeri tempat
tumbuhnya tanaman penghasil wewangian dan rempah-rempah lainnya; penduduknya
mencintai dan menikmati kebebasan.Memang, ciri bangsa Arab yang paling memikat
para penulis Barat adalah cirri yang terakhir (terutama minyak, pen).Watak
orang-orang Arab yang independentelah menjadi bahan pujiandan kekaguman para
penulis Eropa sejak masa lalu hingga masa Gibbon saat ini.Demikian, asal-usul
bangsa Arab yang memiliki ciri karakteristik yang unik dan istimewa.
Begitu
pula, dalam tulisan Ali Mufrodi bahwa dalam membicarakan wilayah geografis yang
didiami bangsa Arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada
Jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar
Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala
itu.Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan
bagian pesisir. Di sana, tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya
lembah-lembah berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah
padang pasir Sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang
berbeda-beda, karena itu, ia bisa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sahara Langit,
memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat,
disebut juga Sahara Nufud. Oase dan
mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang
mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh.
2. Sahara Selatan,
yang membentang menyambung Sahara Langit ke arah timur sampai selatan Persia.
Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang.
Daerah ini juga disebut dengan Ar-Rub’
Al-Khali (bagian yang sepi).
3. Sahara Harrat,suatu
daerah yang terdiri atas tanah Hat yang berbatu hitam bagaikan terbakar.
Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya
mencapai 29 buah.
Penduduk
Sahara minoritas terdiri atas suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup
pedesaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah ke daerah lain guna mencari
air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, yaitu kambing dan unta.
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan
selembar pita yang mengelilingi Jazirah.Penduduk sudah hidup menetap dengan
mata pencaharian bertani dan berniaga.Oleh karena itu, mereka sempat membina
berbagai macam budaya, bahkan kerajaan.
Bila
dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi
dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan
Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail
ibn Ibrahim).Pada mulanya, wilayah utara diduduki golongan ‘Adnaniyun dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyun.Akan tetapi, lama kelamaan
kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan
atau sebaliknya.
Lebih
lanjut, Ahmad Hashari menjelaskan bahwa penduduk Arab kuno adalah penduduk
fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil; mereka senang berperang,
membunuh, dan kehidupannya bergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan,
mereka berpegang pada atauran qabilah atau suku dalam kehidupan
sosial.Sementara penduduk Arab Kota (madan)
adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian, dan
mereka juga berpegang teguh pada aturan qabilah atau suku.
Masyarakat,
baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui.Organisasi
dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas
yang luas.Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan).Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trile) dan dipimpin oleh seorang syekh.Mereka
sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas
kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.Mereka suku
berperang.Oleh karena itu, peperangan antarsuku sering terjadi.Sikap ini
tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab.Dalam
masyarakat yang suku berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat
rendah.Situasi seperti ini terus berlangsung sampai datangnya agama Islam.Dunia
Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus-menerus. Pada sisi lain,
meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin, mereka hanya tunduk kepada syekh
atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan,
pembagian harta rampasan, dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syekh atau
amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
Akibat
peperangan yang terus-menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang.Oleh karena
itu, bahan-bahan sejarah Arab pra-Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab
dan dalam bahasa Arab.Ahmad Syalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat
diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama
Islam.Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar dikalangan
para perawi syair. Dengan begitulah, sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab
dapat diketahui, antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar
menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta
kebebasan.
Dengan
kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat Badui pada
dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni
daripada bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan mereka mungkin dapat
disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf permulaan
perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hampir seluruh penduduk Badui
adalah penyair. Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan
mendiami pesisir Jazirah Arab, sejarah mereka dapat diketahui lebih
jelas.Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan
kondisi yang mengitarinya.Mereka mampu membuat alat-alat dari besi, bahkan
mendirikan kerajaan-kerajaan.Sampai kehadiran Nabi Muhammad SAW., kota-kota mereka
masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang Jazirah Arab ketika itu
merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Syam dan Samudra India.Sebagaimana masyarakat Badui, penduduk negeri ini juga
mahir menggubah syair.Biasanya, syair-syair itu dibacakan di pasa-pasar,
mungkin semacam pergelaran pembacaan syair, seperti di pasar ‘ukaz’.Bahasa
mereka kaya dengan ungkapan, tata bahasa, dan kiasan.
Melihat
bahasa dan hubungan dagang bangsa Arab, Leboun berkesimpulan, tidak mungkin
bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan
dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia yakin, bangsa Arab ikut memberi
saham dalam peradaban dunia, sebelum mereka bangkit lagi pada masa Islam.
Golongan Qahthaniyin, misalnya pernah
mendirikan Kerajaan Saba’ dan Kerajaan Himyar di Yaman, bagian selatan Jazirah
Arab.Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan
raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Pada masa kejayaannya,
kemajuan Kerajaan Saba’ di bidang kebudayaan dan peradaban, dapat dibandingkan
dengan kota-kota dunia lain saat itu. Bekas-bekas kerajaan ini sekarang masih
terbenam dalam timbunan tanah.Pada masa pemerintaha Saba’, bangsa Arab menjadi
penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh.Setelah kerajaan
mengalami kemunduran, muncul Kerajaan Himyar menggantikannya.Kerajaan baru ini
terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina,
Somalia, dan Sumaterake pelabuhan-pelabuhan Yaman.Perniagaan ketika itu dapat
dikatakan dimonopoli Himyar.
Setelah
bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang Kerajaan Himyar sedikit demi sedikit
memudar.Banyak bangunan roboh dibawa air dan dan sebagian besar penduduk
mengungsi ke bagian utara Jazirah.Meskipun demikian, karena daerahnya berada
pada jalur perdagangan yang strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap
menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk
menguasainya.
Di
sebelah utara Jazirah juga pernah berdiri kerajaan-kerajaan, tetapi
kerajaan-kerajaan tersebut lebih merupakan kerajaan protektorat.Ini terjadi
karena khalifah-khalifah Romawi dan Persia selalu mendapat gangguan dari
suku-suku Arab yang meremas dan merampoknya.Untuk melindungi khalifah-khalifah
itu, atas inisiatif kerajaan besar tersebut, didirikanlah Kerajaan Hirah di
bawah pelindungan Persia dan Kerajaan Ghassan di bawah perlindungan
Romawi.Kedua kerajaan ini berkembang dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu
kira-kira abad ketiga sampai abad kedatangan Islam.Raja-raja yang berkuasa
umumnya berasal dari keturunan Arab Yaman.
Bagian
lain dari daerahArab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain,
baik karena sulit dijangkau, tandus, dan miskin adalah Hijaz. Kota terpenting
di daerah ini adalah Mekah, kota suci tempat Kabah berdiri. Kabah pada masa itu
bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Mekah,
tetapi juga oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Untuk
mengamankan para peziarah yang datang ke kota itu, didirikanlah suatu
pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu
Jurhum sebagai pemegang kekuasaan politik dan Ismail (keturunan Nabi Ibrahim),
sebagai pemegang kekuasaan atas Kabah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke
suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai.Suku
terakhir inilah yang kemudian mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan
yang berhubungan dengan Kabah.Semenjak itu, suku Quraisy menjadi suku yang
mendominasi masyarakat Arab.Ada sepuluh jabatan tinggi yang dibagi-bagiakan
kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu hijabah (penjaga kunci-kunci Kabah); siqayah (pengawas mata air zam-zam untuk dipergunakan oleh para
peziarah); diyat (kekuasaan hakim
sipil dan kriminal); sifarah (kuasa
usaha negara atau duta); liwa’ (jabatan
ketentaraan); rifadah (pengurus pajak
untuk orang miskin); nadwah (jabatan
ketua dewan); khaimmah (pengurus
balai musyawarah); khazinah (jabatan
administrasi keuangan); dan azlam(penjaga
panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa). Pada saat itu, sudah
menjadi kebiasaan bahwa anggota yang tertua mempunyai pengaruh paling besar dan
memakai gelar rais.
Setelah
Kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan didominasi oleh Kerajaan Romawi
dan Persia.Pusat perdagangan bangsa Arab serentak kemudian beralih ke daerah
Hijaz.Mekah pun menjadi masyhur dan disegani.Begitu pula, suku Quraisy.Kondisi
ini membawa dampak positif bagi mereka, yaitu perdagangan menjadi semakin
maju.Akan tetapi, kemajuan Mekah tidaklah sebanding dengan kemajuan yang pernah
dicapai kerajaan-kerajaan Arab sebelumnya.Meskipun demikian, dengan Mekah
menjadi pusat peradaban, bangsa Arab bagaikan memulai babak baru dalam hal
kebudayaan dan peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar